Tiga Puluh di Jakarta: Tentang Jarak, Luka, dan Bertumbuh
Maret 15, 2023Mengemban tanggung jawab sebagai tim Liason Officer proses merger perusahaan di tempatku bekerja adalah tugas baruku. Unit kerja yang dinamis, rekan kerja dari berbagai latar belakang, dan tanggung jawab yang—jujur saja—cukup bikin nafas sesak di awal. Tiga bulan pertama, aku menangis hampir tiap malam. Bukan hanya karena pekerjaan yang terasa menekan, tapi juga karena… ya, berat badan naik 10 kilo dalam tiga bulan. Aku makan karena stres. Aku tidur karena lelah. Tapi tetap bangun dengan rasa cemas yang sama. Setiap pagi berangkat dengan pikiran yang penuh dengan pekerjaan dan kekhawatiran bahwa pekerjaanku tidak akan selesai.
Kadang aku iri pada diriku yang dulu. Saat masih tinggal dekat keluarga, saat hidup terasa lebih tenang karena tiap minggu bisa menyempatkan diri untuk olahraga, pulang ke rumah bapak dan ibu, lebih banyak waktu luang. Tapi seiring waktu, aku sadar: Rasa nyaman seringkali membuat kita lupa bertumbuh. Aku baru merasakan ketika menjalankan penugasan di Jakarta ini.
Di tengah semua kekacauan itu, aku sempat berpacaran. Namun hubungan itu hadir secepat roller coaster: naik cepat, turun mendadak. Awalnya hangat, lalu mulai retak. Kami bertengkar, aku tak dapat restu orang tua, dan… ya, belakangan aku tahu dia juga punya perempuan lain.
Lucu, ya? Rasanya seperti sinetron yang plot twist-nya terlalu kejam untuk ditertawakan. Dan itu terjadi dalam waktu kurang lebih 4 bulan hahaha.
Tapi yang mengejutkan: aku bisa melewati fase putus itu dengan baik. Kupikir aku akan hancur. Ternyata tidak. Aku sibukkan diri dengan kerja, dengan tanggung jawab baru, dengan segelas kopi tiap pagi. Meski diam-diam masih menyimpan trauma lama… terutama luka dari seseorang di 2015, yang hingga hari ini kadang masih terasa seperti kemarin. Sempat dia tiba tiba mengirimkan pesan singkat di whatsapp untuk meminta maaf, setelah bertahun-tahun, apalah artinya maaf yang dia ucapkan dengan luka yang ditimbulkan.
Memasuki usia 30, aku mulai melihat hidup dari jendela yang berbeda.
Pekerjaan? Alhamdulillah, stabil.
Tabungan? Lumayan bikin tenang.
Support system? Sedikit, tapi tulus.
Usia 30 mengajarkanku satu hal penting: jauh dari rumah tidak pernah mudah, tapi justru di situ kita belajar jadi manusia.
Belajar tentang luka.
Belajar tentang pengampunan, terutama pengampunan pada diri sendiri.
Belajar bahwa tidak semua hal harus kita kontrol.
Apa lagi yang perlu dikhawatirkan?
Ya, mungkin jodoh. Tapi... biar Tuhan yang atur. Kuat-kuat kupingku untuk menghadapi omelan dari orang tua ku soal jodoh.
Kepala tiga bukan akhir dari apa pun. Ia hanya tanda bahwa aku telah melewati berbagai badai—dan tetap berdiri.
Semoga tahun ini... aku bisa lebih tenang. Lebih jujur. Lebih baik.
Untuk diriku sendiri.
Tebet, 8 Maret 2023
![]() |
Selfie |
![]() |
Definisi naik KRL dan cuman bisa berpegangan pada iman |
![]() |
Menyelesaikan pekerjaan di cafe |
![]() |
Coping mechanismku ya makan hahaha |
![]() |
Saking bosennya, zoom sambil menggambar di telur |
![]() |
Mempelajari Business Process baru |
![]() |
Bekerja di kereta sudah mulai menjadi rutinitas di tengah perjalanan dinas |
![]() |
Pemandangan dari lantai 11 gedung kantor |
![]() |
Gedung pencakar langit dari atap Sarinah |
![]() |
Cerah |
![]() |
Gempa pertama di Gedung Bertingkat hahaha |
0 comments