Book Review: Memaknai Kehilangan dalam ‘Hujan’

Februari 27, 2016

Dear Bloggies, 

  
Setelah membaca spoiler novel terbaru Tere Liye, Hujan, saya menunggu beberapa hari hingga akhirnya berhasil mendapatkan buku tersebut dan melahap isinya. Buku baru karangan salah satu penulis favorit saya ini memiliki sinopsis singkat-padat-misterius yang men-trigger rasa penasaran saya untuk segera membuka segel buku dan membaca sampai habis.

Tentang Persahabatan, 
Tentang Cinta,  
Tentang Melupakan, 
Tentang Perpisahan, 
Tentang Hujan.
Ringkasan Cerita:
Lail dan Esok, dipertemukan oleh takdir saat gempa sebesar 8VEI pada tahun 2042 mengguncang Bumi, mengurangi populasi manusia yang terlampau banyak. Seluruh negara mengalami kerusakan infrastruktur dan kehilangan banyak warganya, tidak terkecuali dengan kota tempat tinggal Lail dan Esok. Kota itu rusak parah, hampir seluruh infrastruktur runtuh-hancur termasuk kereta bawah tanah yang mereka tumpangi saat berangkat sekolah pagi itu. Kereta bawah tanah yang canggih dengan teknologi mutakhir tertimbun reruntuhan terowongan, mengubur ratusan penumpang termasuk Ibu Lail dan keempat kakak Esok. Gerimis yang turun saat bencana pagi itu, mengiringi kepergian kedua orang tua Lail, membuatnya resmi menjadi anak yatim-piatu. Esok kehilangan empat kakak laki-lakinya yang ia sayangi, namun setidaknya Ibu Esok masih bisa diselamatkan walaupun harus kehilangan sepasang kakinya. Pertemuan Lail dan Esok saat itu merubah segalanya. Bagi Lail, Esok akan selalu menjadi orang paling penting dalam hidupnya dan ia teramat menyayangi pemuda itu, namun ia tidak pernah memiliki keberanian untuk menunjukkan perasaannya. Esok yang diam-diam memiliki perasaan yang sama terhadap Lail kala itu juga tidak pernah bisa mengungkapkan perasaanya pada Lail. Waktu berjalan begitu cepat, saat itu Lail berusia 21 tahun dan Esok 23 tahun, mereka dihadapkan kenyataan pahit. Ketika kemudian takdir berkata lain, mungkinkah Lail dan Esok bisa bersama??
My Opinion:
Saya membutuhkan waktu beberapa hari untuk menyelesaikan buku ini, karena banyak kegiatan lain yang membuat saya harus mencuri-curi waktu untuk sekedar terhanyut dalam kisah Lail dalam buku ini. Seperti novel-novel sebelumnya, Bang Tere selalu bisa mengejutkan penggemarnya dengan alur cerita yang menarik dengan epic ending  dan tentu saja nilai kehidupan yang selalu bisa disisipkan dalam setiap buku karangannya. 

Bisa dibilang buku ini ber-genre Distopian-Romance, mengapa saya menyebutkan seperti itu? Karena kisah perjalanan cinta Lail dan Esok di dalam buku ini berlatar pada kondisi Bumi pada tahun 2042 dengan segala kecanggihan teknologi dan problematika ledakan penduduk saat itu. Gempa yang meporak-porandakan Bumi dengan skala 8VEI menjadi awal dari cerita ini.  Alur cerita yang tidak membosankan membuat saya penasaran setiap kali saya selesai membaca setiap bab nya. Keseluruhan cerita dalam buku ini adalah rangkuman masa lalu Lail, dimana setiap hal yang penting dalam hidupnya selalu terjadi di saat Hujan, ya..di saat Hujan.

Karakter Lail di dalam buku ini membuat saya gregetan setengah mati, sikap Lail yang terkesan ragu dan takut mengungkapkan apa yang dirasa. Lail selalu takut untuk menghubungi Esok terlebih dahulu karena ia tahu Esok memiliki kesibukan luar biasa sebagai mahasiswa akselerasi yang belajar di Ibu Kota. Selalu, Esok yang menelpon Lail dan menanyakan kabar Lail, hingga menyempatkan waktunya disela kesibukannya di Ibu Kota. Ah...Esok-Lail membuat saya frustasi selama membaca buku ini. Untung saja karakter Maryam, gadis kribo-baik hati yang menjadi sahabat Lail sejak mereka tinggal satu kamar di panti sosial, cukup menghibur saya. Maryam yang cerewet, ramah, baik hati, dan berjiwa sosial tinggi setidaknya bisa memberi ‘warna’ berbeda. Karakter Maryam membuat saya berimajinasi memiliki sahabat sepertinya.

Buku dengan cover warna biru, warna favorit saya, benar-benar diluar dugaan. Saya mengira bahwa buku ini hanya akan menceritakan kisah persahabatan-cinta-perpisahan biasa, tapi ternyata lebih dari itu. Adegan Esok yang membonceng Lail keliling kota dengan sepeda merah menjadi hal sangat saya sukai, membayangkannya saja membuat saya tersenyum. Entah kenapa, imajinasi saya terlatih untuk memetakan seluruh adegan dari semua buku yang pernah saya ‘lahap’, seperti sudah memiliki roll film tersendiri. Seakan saya tenggelam dalam imaji hasil representasi jutaan kata yang terangkai dalam buku-buku.

Saya banyak belajar dari buku ini, iya..belajar memaknai sebuah kehilangan, memaknai hidup. Alasan saya menyukai karya Tere Liye adalah saya bisa menemukan banyak rangkaian kutipan yang sangat bermakna. Tidak jarang kutipan itu menjadikan motivasi dan pelajaran bagi saya. Buku ini recommended bagi penikmat hujan maupun orang yang pernah merasakan rasanya kehilangan.

What I Learn from This Book:
“Kesibukan adalah cara terbaik untuk melupakan semua banyak hal, membuat waktu melesat tanpa terasa.”

“Takdir tanpa perasaan memilih siapapun yang dikehendakinya. Mungkin keajaiban itu datang melalui pertolongan serta doa-doa dari orang yang tidak kita kenal.”

“Kejadian besar seperti itu selalu bisa membuat orang cepat dewasa. Mereka tidak bisa menghindar, tidak bisa melawan. Mereka hanya bisa memeluk sema kesedihan, memeluknya erat-erat.”

“Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”

“Kamu tahu, Lail, ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas. Mereka senang sekaligus cemas menunggu hari esok....”

“Ada orang –orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap di dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kebaikan.”

“Tapi lihatlah, takdir kembali menyakitimu. Seakan semua itu belum cukup. Takdir sendiri yang mengirimkan laki-laki itu padamu, hanya untuk di ujung cerita, direnggut begitu saja darimu...”

“Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal yang menyakitkan yang mereka alami.”


*BOOK DESCRIPTION
Rate             : 4 out of 5
Writer         : Tere Liye
Title             : Hujan
Publisher     : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ke- : Pertama, Januari 2016
Halaman      : 318 Halaman
I Have The Copy of This Book



PS: "Bagian Terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujanggga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi kenapa sakit hati setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak paham betapa indahnya jatuh cinta. "
Kamu meminta saya membencimu...tapi saya tidak pernah bisa. Saya memang tidak bisa membencimu...dan saya yakin kamu sendiri sudah tahu itu, T.... :)

You Might Also Like

4 comments

  1. Covernnya emang pas banget sama judulnya hehe, kebetulan muncul lagi nih noveldari Tereliye. Belom beli bukunya, tapi ceritanya emang seru, pengen tau kelanjutan dari esok sama lail hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. banget!! suka sama warna dan covernya...buku ini harus masuk MUST HAVE ITEM kak....hehehe ^_^

      Hapus
  2. belum beli nih buku, nunggu dapat giveaway dulu ah siapa tahu dpt gratisan

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi...karena saya nggak sabaran menunggu giveaway, saya sampe hunting ke toko buku kak...semoga cepet dapet yah.. :D

      Hapus