Lesson I've Learned in 2015 #2015biggestlesson

Januari 10, 2016

Dear Bloggies,

Sebenarnya beberapa bulan belakangan ini saya sudah mulai malas menulis blog saya, karena memang diam-diam saya ‘menduakan’ blog saya satu ini dengan tumblr saya. Maklum, karena tumblr saya sebagian besar berisi potongan curahan hati dan tentu saja dihiasi wajah-wajah tampan personil One Direction (saya masih setia dengan mereka setelah 5 tahun ini J).

#2015BiggestLesson? Terima kasih untuk Ucik dan Weka yang memberikan ide buat saya untuk menuliskan pelajaran terbesar saya di tahun lalu. Saya membutuhkan sedikit waktu lebih untuk benar-benar bisa berbagi pelajaran terbesar saya di tahun 2015 kemarin secara objektif dan tidak emosional.

Tahun 2015 menjadi tahun yang bisa dibilang tahun terberat dari tahun-tahun dari Andina Sholekhah Putri, ya...setidaknya itu yang sempat terbersit di pikiran saya pada awal tahun 2015 lalu. Tugas Akhir yang menjadi ‘momok’ bagi saya, dengan kondisi sensor yang memberikan ‘ketidakpastian’ data. Ah...saya hampir saja putus asa saat itu....setiap hari saya hanya mengeluh dan mengeluh tanpa ada usaha untuk bersikeras menyelesaikan hal tersebut.

Bukan Andin namanya kalau tidak bisa bangkit dari keterpurukan (narsis sedikit boleh lah ya..). Saya mengembalikan semangat dan memupuk motivasi dari dalam diri saya untuk benar-benar memperjuangkan Tugas Akhir, meskipun berdarah-darah dan diwarnai banyak tangisan (sumpah!malu sama dosen se-Tekkom, Andin nggak kuat menahan tangis saat sidang). Setiap kali maju ke dosen pembimbing, selalu ada ketakutan dan keraguan di dalam diri saya. Namun, semuanya berhasil saya patahkan (Hell yeah!! You did it ndin!), saya melakukan semua yang disarankan oleh kedua dosen pembimbing saya. Pontang-panting membuat janji peminjaman sensor ke alumni, hingga tangan yang terkadang kram akibat ratusan kali melakukan gerakan Badminton. Terima kasih untuk kedua dosen pembimbing saya yang memperjuangkan saya dalam sidang Tugas Akhir kemarin.

Lulus, wisuda...Bangga?Lega?Senang?..Bangga...saya merasa bangga karena setidaknya saya berhasil menepati kewajiban saya pada orang tua untuk bisa lulus tepat waktu. Lega...bisa dibilang saya lega, karena setidaknya saya bisa sedikit melonggarkan pikiran dan menata rencana masa depan. Senang,....hm...kalau boleh jujur, saya belum sepenuhnya senang karena tidak semua teman satu kelas bisa mencicipi wisuda tahun ini. Saya merasa kecewa dengan diri saya sendiri, karena kali ini saya gagal memenuhi tanggung jawab yang tanpa pikir panjang saya ambil saat diskusi kelas mengenai Tugas Akhir kemarin. Saya meminta maaf kepada komting Bayek...belum sepenuhnya berhasil mengemban amanahmu pak!.

Setelah lulus...satu-dua-hingga satu bulan saya galau. Jujur saja, saya bukanlah mahasiswa dengan kemampuan programming yang AMAZING!, atau kemampuan elektro yang EXTRAORDINARY!. Saya, ya....Andin dengan sifatnya yang rame, ‘sok-sok’ an ngobrol Inggris, ‘sok-sok’ an bantuin orang lain, kemampuan menulis yang biasa saja, penampilan yang jauh dari kata menarik, kemampuan komunikasi yang biasa saja...yah...everything ordinary about me. Alhamdulillah, saya mendapatkan kesempatan berbagi ilmu dengan 3 murid SMP yang menjadi murid kursus private saya.  Saya syukuri saja apa yang saya dapatkan, sembari memantapkan hati untuk memenuhi daftar wish-list saya tahun 2015.

Ketika saya mulai menyusun, menata, dan memotivasi diri. Rentetetan kejadian akhir tahun dalam kehidupan saya, membuat saya benar-benar terjatuh ke dalam jurang....jurang yang paling dalam di dalam kehidupan Andin. Sakit yang teramat sakit dari semua sakit yang pernah saya terima. Seolah dunia saya sendiri runtuh karena keputusan yang saya buat sendiri dan itu saat saya mencoba menuruti kata hati kecil saya... Bisa dibilang, ini menjadi titik balik terbesar saya yang sejak dulu mengalami krisis ‘kepercayaan pada orang’. Disaat saya ingin mengikuti kata hati, mencoba jujur pada diri sendiri...saya, yah....terpaksa menelan pil pahit yang sebenarnya sudah didalam mulut saya namun sejak dulu saya tidak berani untuk sekedar menelan pil pahit yang sebenarnya sudah ada di mulut, karena terlalu takut akan sangat sangat sangat pahit dan menyiksa. 

Terbukti...rasanya sangat pahit dan menyiksa!. I didn’t sleep properly for one month...my motivation letter and thesis plan got messed up...until all of my family worried about me. Terlebih adik saya yang kuliah di Jakarta, saat itu sedang libur semester di rumah, melihat perubahan drastis dalam diri saya. “Mbak Andin jangan murung terus to....kelihatannya mikir banget...jangan murung gitu pliss...ayuk belanja ke Mall...mumpung aku lagi liburan...mumpung aku baru balik besok lho...”. Saya merasa bersalah, karena mengabaikan permintaan adik saya, maaf ya dek...terlebih adik saya yang paling kecil, Opang. Malam itu, setelah rutinitas sikat gigi sebelum tidur, saya terduduk di meja makan sibuk dengan pikiran saya. 

Tiba-tiba Opang mendekat ke saya dan memegang tangan saya, dengan senyum lebar yang menampakkan giginya yang tidak rata. “Kak! Kak andin kenapa? Kok diem gitu..kayak patung aja...hahahhaha,”. Candaanya membuat saya kembali ke kesadaran saya, saya hanya tersenyum dan menjawab, “Nggak papa, cuman pengen jadi patung sebentar...hush, ayuk pakai itu celananya, dan tidur...sudah jam 10 malam lhoo,”

Banyak yang terjadi di tahun 2015, saya banyak benar-benar banyak belajar. Saya masih saja mengulang kesalahan yang sama, masih belum bisa bilang ‘TIDAK’ saat diminta tolong. Saya masih tidak tega, melihat orang yang saya sayangi hampir saja kehilangan semangat untuk lulus di tahun 2015. Saya merasa terkhianati, sekaligus menemukan jawaban atas semua doa yang saya panjatkan setiap malam. Kalau boleh saya membuat list, pelajaran apa saja yang saya dapatkan...mungkin daftar berikut bisa mewakili pelajaran yang saya dapatkan.

#2015biggestlesson dalam Chapter 22th of Andin’s Book of Life:

  • Saya belajar untuk tidak pernah menyerah memperjuangkan masa depan
  • Belajar untuk selalu ingat setiap usaha keras yang saya lakukan selalu ada bayarannya di akhir
  • Belajar untuk memanajemen hati dan emosi
  • Belajar untuk mengutarakan dan mengikuti hati kecil, meneriakkannya saat hati kecil saya berulang kali berteriak bahwa selama 2 tahun, usaha saya berusaha untuk memperjuangkan orang yang sayangi....mungkin tidak berbuah manis.
  • Belajar bahwa masih ada keluarga yang benar-benar mendukung saya dan menerima saya apa adanya, membuka tangan mereka untuk sekedar memeluk saat saya berbuat kesalahan terbesar dalam hidup saya.
  • Belajar, untuk berfikir setidaknya 3 kali sebelum bertindak...mempertimbangkan banyak hal sebelum mengambil keputusan. 

“...masa depan agaknya ditentukan oleh sikap kita dalam menentukan setiap keputusan dengan sebuah kepastian..” – Fahd Pahdepie, Jodoh, 2015, Hlm.107

  • Belajar untuk percaya pada diri sendiri, dan percaya bahwa Allah memberikan sakit-cobaan seperti ini...untuk membuat Andin benar-benar menjadi wanita yang lebih sabar, ikhlas, STRONG, menjaga lisan dan perasaan orang lain.


Fiuuuhh...lumayan banyak ya...ah, itu tidak sebanyak pelajaran di tahun-tahun sebelumnya, yang sudah berhasil saya lalui. Di lain waktu..saya akan berbagi cerita yang lain, saat saya mengalami bullying karena bentuk tubuh saya...Bullying verbal dan fisik yang sangat sering saya terima saat saya duduk di bangku SMP dahulu. ^_^...After all...I still survive!! Hell Yeah! Andin kuat kok...

Untuk menulis ini, saya benar-benar berusaha menetralkan emosi saya. Tidak menyalahkan siapa-siapa karena sakit, karena saya bukan Allah yang Maha Membolak-balikkan perasaan. Berpegang pada keyakinan bahwasanya “Allah sayang sama Andin...makanya sakitnya di kasih sekarang, mata hati Andin di buka sekarang...memberi kesempatan Andin untuk Muhasabah diri”

Saat ini, saya masih menata kembali impian yang tertunda. Meyakinkan diri, bahwa saya bisa memenuhi semua mimpi saya karena jalan saya masih panjang. Untuk sementara, akan sendiri...karena sebenarnya yang benar-benar serius kepada saya, suatu saat akan meminta saya langsung ke orang tua saya dengan gentle, penuh tanggung jawab, tanpa banyak alasan...dan menerima apa adanya saya bersedia menghabiskan sisa hidup bersama dengan saling menutupi kekurangan masing-masing.

“Luka yang sudah ditimbulkan, akan membekas seperti bekas paku pada tembok. Kita hanya bisa menghiasi dengan hiasan-hiasan cantik di sekelilingnya, sehingga perhatian kita akan fokus dengan hiasan-hiasan itu tadi. Sibukkan diri dengan mulai memasang hiasan-hiasan cantik itu mulai dari sekarang ndin. Caranya, giatkan ibadah, get a positive life dan kejar passion serta mimpi-mimpimu,”- Nasihat teman.

“Sometimes, you have to let things go...so there will be room for better things to come into your life,”

"Kesabaran dan Keikhlasan itu tidak ada batasnya...banyak ujian dan cobaan yang datang. Belajar untuk sabar yang tiada batas, mengikhlaskan yang telah pergi, bermuhasabah diri,"



Surabaya, 10 Januari 2016 


Alhamdulillah, Road Trip bareng 2 cewek lucu-lucu di sebelah saya

Alhamdulillah, AKHIRNYA! mimpi selama bertahun-tahun, terwujud! One Direction dalam jarak 2 meter di hadapan saya!!

Quality time dengan adik saya yang Inshaallah lulus tahun ini dari STAN

Trip Kediri yang...anu-anu, gagal surprise, akhirnya gelimbungan mancing ikan di rumah Andin

Pengennya komplit...tapi setidaknya ini bisa mewakili Teknik Komputer 2011

Anak kota yang jarang ke pantai...ya akhirnya, kelakuannya kayak gini

Terima Kasih untuk masih bersama sejak SMP-SMA-Kuliah..minus Reza yang jauh di Purwokerto sana

Foto kelas (terasa kurang lengkap), yang...rempong. Alhamdulillah bisa terwujud

Selamat untuk gelar Master nya mbak!! Europe, has changed you a lot! ^_^

Terima kasih untuk setiap doa, support dan semuanyaaaaa....

Mas Sat dari Prancis, KMF 48 yang lucu-lucu, Tekkomp yang amazing, ENT!!UNFORGETTABLE... 

Love a lot... :)

Terima kasih sudah menyempatkan diri menyambut Andin....*kiss





You Might Also Like

4 comments

  1. Ndin, sometimes kita boleh banget kok egois. Kadang niat baik kalo menyakiti diri sendiri juga bisa jadi nggak baik. Mbak Hana cuma eksis di tipi. Jangan sungkan bilang 'nggak' :')

    BalasHapus
  2. Iya cik...tapi terkadang merasa bersalah juga, apa karena terlalu sering bilang 'iya'???

    dan yah...gini, berulang kali di sakiti karena sudah terlanjur naruh kepercayaan pada orang yang salah...kukira beda, ternyata dia sama saja...

    BalasHapus